BAB II : Telaah Pustaka Kawasan Menteng

BAB II : Telaah Pustaka Kawasan Menteng

  Kawasan Cagar Budaya adalah sebuah kawasan warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar bangunan, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan melalui proses penetapan. (UU No. 11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1). Kawasan Menteng telah ditetapkan sebagai kawasan cagar bangunan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor D.IV-6098/d/33/1975 Tahun 1975. Sebab, bangunan-bangunan tersebut merupakan tonggak sejarah perkembangan arsitektur bangunan di Indonesia yang tidak dapat dijumpai di kawasan lain. Karena itu, bangunan-bangunan bersejarah di kawasan Menteng harus dipertahankan dan dijadikan kawasan konservasi cagar budaya.

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 mengenai Benda Cagar Budaya,

  • - Pasal 1 (1) benda cagar budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Peraturan Kawasan Menteng dikategorikan sebagai kawasan lansekap budaya yang harus dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan secara hati-hati. Bedasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta, inilah peraturan mengenai kawasan Menteng yang diatur dalam,

  • - Nomor D.IV-6098/d/33/1975 untuk Menteng
  • - Perda No. 6/1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2000-2010 yang menetapkan sebagian besar kawasan Menteng sebagai kawasan perumahan/hunian
  • - Perda No. 9/1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Benda Cagar Budaya.

  Berikut adalah kajian golongan Bangunan Cagar Budaya bedasarkan kriteria penetapan Golongan,



  1. Bentuk-Bentuk Pelestarian/Konservasi
     Istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal dengan Burra Charter.Burra Charter menyebutkan "konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik."
     
     Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.

    Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsolidasi serta revitalisasi. Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan. Suatu program konservasi sebisa mungkin tidak hanya dipertahankan keaslian danperawatannya, namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan.

Gambar. Contoh tindakan konservasi terhadap perumahan


Sumber
  • Sumber : UU No. 11 tahun 2010, pasal 1 ayat 1
  • Sumber : Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 mengenai Benda Cagar Budaya
  • Sumber : Perda No. 6/1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2000-2010

Komentar